Rabu, 12 November 2008

SUMBER KONTAMINASI BAKTERI

PENDAHULUAN
Sudah merupakan sifat alamiah manusia untuk berusaha mengubah lingkungan dengan cara-cara tertentu untuk menghasilkan kondisi yang paling menguntungkan baginya. Salah satu contoh dari usaha ini tercakup dalam ilmu sanitasi (sanitary science).Saniter adalah suatu istilah yang secara tradisional dikaitkan dengan kesehatan terutama kesehatan manusia. Oleh karena kesehatan manusia dapat dipengaruhi oleh semua faktor-faktor dalam lingkungan, maka dalam prakteknya, implikasi saniter meluas hingga kesehatan semua organisme hidup. Sanitasi didefinisikan sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut.Secara luas ilmu sanitasi adalah penerapan dari prinsip-prinsip tersebut yang akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Untuk mempraktekkan ilmu ini, maka seseorang harus mengubah segala sesuatu dalam lingkungan yang dapat secara langsung atau tidak langsung membahayakan terhadap kehidupan manusia. Dalam arti luas, juga mencakup kesehatan masyarakat (taman, gedung-gedung umum, sekolah , restoran dan lingkungan lainnya). Sanitasi akan membantu melestarikan hubungan ekologik yang seimbang.
Sanitasi pangan merupakan hal terpenting dari semua ilmu sanitasi karena sedemikian banyak lingkungan kita yang baik secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan suplai makanan manusia. Hal ini sudah disadari sejak awal sejarah kehidupan manusia dimana usaha-usaha pengawetan makanan telah dilakukan seperti penggaraman, pengasinan, dan lain-lain. Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan dan pengkemasan produk pangan; pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan produk pangan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, penyediaan air baik, pencegahan kontaminasi pada semua tahap pengolahan dari berbagai sumber kontaminasi, serta pengkemasan dan penggudangan produk akhir.Sanitasi harus berhubungan dengan semua segmen lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Oleh karena itu ilmu sanitasi harus berurusan dengan faktor-faktor fisik, kimia, dan biologik. Secara umum, faktor fisik dan kimia lebih mudah ditangani daripada faktor biologis. Faktor biologis dari lingkungan inilah yang terutama berkaitan erat dengan sanitasi karena organisme hidup akan bereaksi terhadap keadaan fisik dan lingkungan yang berbeda. Oleh karena itu untuk mendalami ilmu sanitasi maka diperlukan pengertian yang baik akan sifat-sifat organisme hidup ini. Selain itu perlu juga dipahami keterkaitan antar faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Potensi mikroba untuk merusak pangan dan menimbulkan penyakit pada manusia, organisme lain dan tanaman, berarti bahwa mikrobiologi harus memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu sanitasi. Oleh karena itu orang yang berkepentingan dalam sanitasi industri pangan perlu memiliki pengertian dasar tentang mikroorganisme dalam kaitannya dengan manusia dan pengawasan terhadap mikroorganisme dalam lingkungan tertentu.Tapak Jalan Perpindahan Sumber Kontaminasi Pada umumnya kontaminasi pada pangan dapat diamati berdasarkan tapak jalan perpindahan penyakit dari satu sumber ke sumber lainnya. Pada Gambar 1 ini terlihat bahwa perpindahan penyakit dapat berlangsung dari debu, tanah, udara, manusia, bahan makanan, peralatan (alat makan/pengolahan), air, binatang peliharaan dan serangga.
SUMBER KONTAMINASI DALAM INDUSTRI PANGAN
Mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam sanitasi pangan adalah terutama mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit. Penyakit yang ditimbulkan melalui makanan dapat dikelompokkan dalam dua jenis. Jenis yang pertama adalah keracunan makanan akibat toksin yang diproduksi oleh mikroba. Dalam hal ini, mikroba yang tumbuh akan memproduksi senyawa yang bersifat larut dan beracun yang dikeluarkan ke dalam makanan dan menyebabkan penyakit, bila makanan tersebut dikonsumsi. Dalam keracunan makanan akibat toksin ini, mikrobanya tidak perlu tertelan untuk menghasilkan penyakit, cukup toksinnya saja. Jenis keracunan ini disebut juga intoksikasi. Mikroorganisme yang menimbulkan jenis keracunan makanan seperti ini antara lain adalah Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, C. perfringens, Bacillus cereus, dan Vibrio parahaemolyticus. Wabah keracunan yang terjadi seringkali melibatkan makanan yang berasal dari hewani seperti daging unggas, telur, daging, hasil laut, dan produk-produk susu.
Jenis keracunan makanan yang kedua adalah infeksi makanan, yaitu masuknya mikroba ke dalam alat pencernaan manusia. Disini mikroba tersebut akan tumbuh, berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Dalam infeksi seperti ini toksin juga diproduksi ketika organismenya sedang tumbuh, tetapi gejala penyakit yang utama bukan dihasilkan oleh adanya senyawa toksin dalam makanan ketika dikonsumsi melainkan oleh mikrobanya sendiri. Oleh karena itu, penyembuhan penyakit infeksi ini membutuhkan pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan mikrobanya dari dalam tubuh. Mikroba yang menimbulkan infeksi melalui makanan antara lain adalah Brucella sp., E.coli, Salmonella sp., Shigella sp., Streptococcus grup A, Vibrio cholerae dan virus hepatitis A.
Pekerja
Pekerja yang menangani pangan dalam suatu industri pangan merupakan sumber kontaminasi yang penting, karena kandungan mikroba patogen pada manusia dapat menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan.Manusia yang sehat merupakan sumber potensial mikroba-mikroba seperti Staphylococcus aureus, baik koagulase positif maupun koagulase negatif; Salmonella, Clostridium perfringens dan streptokoki (enterokoki) dari kotoran (tinja). Stafilokoki umum terdapat dalam kulit, hidung, mulut dan tenggorokan, serta dapat dengan mudah dipindahkan ke dalam makanan.
Sumber kontaminasi potensial ini terdapat selama jam kerja dari para pekerja yang menangani makanan. Setiap kali tangan pekerja mengadakan kontak dengan bagian-bagian tubuh yang mengandung stafilokoki, maka tangan tersebut akan terkontaminasi, dan segera akan mengkontaminasi makanan yang tersentuh. Perpindahan langsung mikroba koki ini dari alat pernafasan ke makanan, terjadi ketika pekerja batuk dan berbangkis tanpa menutupi hidung dan mulutnya. Tangan dengan luka atau memar yang terinfeksi merupakan sumber stafilokoki virulen, demikian pula luka yang terinfeksi pada bagian tubuh lain, karena mungkin pekerja tersebut menggaruk atau menyentuh luka tersebut.
Organisme yang berasal dari alat pencernaan dapat melekat pada tangan pekerja yang mengunjungi kamar kecil dan tidak mencuci tangannya dengan baik sebelum kembali bekerja. Mikroba patogen yang berasal dari alat pencernaan yang mampu menimbulkan penyakit melalui makanan adalah : Salmonella, Streptokoki fekal, Clostridium perfringens, EEC (Enteropathogenic Escherichia coli) dan Shigella.
Kebiasaan tangan (hand habits) dari pekerja pengelola pangan mempunyai andil yang besar dalam peluang melakukan perpindahan kontaminan dari manusia ke makanan. Kebiasaan tangan ini dikaitkan dengan pergerakan-pergerakan tangan yang tidak disadari seperti menggaruk kulit, menggosok hidung, merapikan rambut, menyentuh atau meraba pakaian dan hal-hal lain yang serupa.
Kulit
Kulit manusia tidak pernah bebas dari bakteri; bahkan kulit yang bersihpun masih membawa bakteri. Akan tetapi, bila kulit tidak bersih, maka jumlah dan macam mikroorganisme yang terdapat lebih nyata lagi, termasuk bakteri, kapang, kamir, dan protozoa. Oleh karena orang menggunakan tangan dengan tujuan yang berbeda-beda, maka mereka menyentuh banyak sekali benda-benda dan memperoleh populasi mikroba dari hampir semua benda yang disentuhnya. Dalam populasi mikroba ini terdapat pula mikroba patogen yang mampu menimbulkan berbagai penyakit perut (gastroenteritis) melalui makanan.Bakteri yang menempel pada kulit dapat berkembang biak, terutama didekat kelenjar lemak. Walaupun pencucian akan menghilangkan banyak bakteri dari kulit, tetapi beberapa mikroba masih tetap tertinggal.
Flora bakteri yang umum terdapat pada kulit manusia adalah : Staphylococcus epidermidis (non patogenik) dan S.aureus. bakteri yang terakhir ini dapat berkembang biak dalam makanan dan membentuk toksin yang dapat menimbulkan keracunan makanan (intoksikasi). Disamping kedua bakteri di atas terdapat pula mikrokoki dan bakteri anaerobik.Diduga separuh dari populasi manusia yang normal dan sehat membawa stafilokoki virulen atau virulen kuat. Stafilokoki umumnya terdapat pada bisul, jerawat, luka dan kulit yang memar. Beberapa galur (strain) piogenik dari S.aureus dapat menyebabkan berbagai jenis infeksi kulit. Ketahanan tubuh terhadap stafilokoki bervariasi dengan sifat virulen dari organisme dan dari jaringan yang diserang.
Mulut, Hidung, Tenggorokan, Mata dan Telinga
Daerah-daerah mulut, hidung dan tenggorokan dari manusia normal penuh dengan mikroba dari berbagai jenis. Lingkungannya basah dan hangat dan zat-zat nutrien tersedia dalam bentuk sisa-sisa makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Dari beberapa mikroba yang ada, salah satunya adalah Staphylococcus aureus yang berada dalam saluran pernafasan dari manusia sehat. Galur organisme yang virulen terdapat pada penyakit seperti radang hidung dan influenza. Orang yang baru sembuh dari penyakit ini dapat menjadi “carrier” untuk waktu yang lama. S. aureus juga sering dihubungkan dengan infeksi mata dan telinga.
Infeksi bakteri pada mulut dan tenggorokan lain yang penting adalah usobacterium fusiforme, spirochetes yang dapat dipindahkan lewat makanan. Corynebacterium diphteriae adalah patogen yang menyebabkan difteri dan dapat ditularkan melalui makanan. Difteri dahulu pernah merupakan penyakit komunikasi yang paling ditakuti. Bakteri ini menyebabkan radang berat pada tenggorokan dan bagian lain dari alat pernafasan bagian atas. Organ vital lain terutama jantung dan ginjal, diracuni oleh suatu toksin yang sangat kuat yang disekresikan oleh sel-sel bakteri.
Bakteri patogen yang dihubungkan dengan penyakit tenggorokan dan paru-paru juga dapat dipindahkan melalui makanan. Penyakit-penyakit spesifik pada paru-paru terutama adalah TBC, dan pneumonia (Diplococcus pneumoniae). Organisme lain yang terlibat dalam pneumonia adalah Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pyogenes, dan virus.
Orang yang menderita infeksi pernafasan, mata dan telinga, atau carrier yang sedang atau setelah sembuh dari penyakit-penyakit ini, harus dicurigai merupakan sumber yang kaya akan stafilokoki virulen dan harus dicegah menangani makanan.Orang yang menderita atau baru sembuh dari penyakit-penyakit yang serius seperti TBC, demam skarlet, radang tenggorokan, dan difteri, dapat mengkontaminasi makanan bila diizinkan menanganinya.
Alat Pencernaan
Komposisi flora pencernaan dari tubuh manusia sehat dapat bervariasi dengan faktor eksternal tertentu. Bagian pertama dari usus kecil, seperti perut, tidak mempunyai flora mikroba alamiah. Dalam jejunum dan ileum, mikroba baru terdapat. Pada bagian ujung bawah dari usus kecil diketemukan bermacam-macam bakteri dalam jumlah banyak. Mikroba utama yang terdapat adalah koliform, Eschericia coli dan Aerobacter aerogenes. Bakteri penting yang berkaitan dengan penyakit yang ditularkan lewat makanan adalah Clostridium perfringens, streptokoki fekal, Salmonella, dan kadang-kadang stafilokoki. Salmonella terutama sangat banyak terdapat dalam alat pencernaan orang yang baru sembuh dari salmonelosis.Bakteri patogen yang berasal dari pencernaan mempunyai kesempatan yang baik untuk mengkontaminasi makanan bila terkena tangan yang terkontaminasi. Pekerja yang menangani pangan dapat memindahkan bakteri patogen ke bumbu-bumbu dan bahan pangan bila mereka tidak mencuci tangannya setelah mengunjungi kamar kecil. Bakteri patogen penting dari alat pencernaan dapat menyebabkan kolera, disentri basiler, demam tifus, dan hepatitis.
Organisme penyebab kolera adalah Vibrio cholerae yang dapat dipindahkan melalui makanan dan air, menginfeksi alat pencernaan manusia. Kolera adalah penyakit dengan gejala-gejala muntah-muntah, diare, dan pasien seringkali meninggal karena dehidrasi yang hebat.Shigellae sering dipindahkan melalui makanan. Disentri basiler atau shigelosis dapat disebabkan oleh spesies Shigellae dysenteriae, S.boydii, S.sonnei dan S.flexneri. Penyakit ini adalah suatu infeksi akut dari usus menyebabkan diare dan kotoran berdarah yang mengandung mukus. Waktu inkubasi biasanya kurang dari 4 hari, tetapi dapat pula selama 7 hari. Gejala : demam dan kejang. Organisme ini dipindahkan dengan cara yang sama seperti Salmonella. Dari ketiga spesies Shigella adalah S.dysenteriae satu-satunya yang mampu menghasilkan eksotoksin, tetapi kurang lazim terdapat dibandingkan dengan kedua spesies lain.
Perpindahan biasanya melalui makanan dan air yang telah terkontaminasi dengan kotoran, dan pekerja berperanan penting dalam pemindahannya. Setiap benda yang terkontaminasi oleh pekerja ini, selanjutnya akan memindahkan patogen bila terkena konta
LINGKUNGAN
Air Buangan
Komposisi air buangan terdiri dari kotoran manusia, buangan air cucian, air mandi dan residu yang berasal dari sampah, kebanyakan benda-benda yang berasal dari sayuran dan limbah-limbah sejenis.
Flora air terdiri dari bakteri aerob, anaerob dan fakultatif anaerob. Bakteri terdiri dari bakteri tanah dan alat pencernaan manusia. Contohnya streptokoki fekal, Clostridium perfringens, Salmonella, Shigella, mikrokoki, Pseudomonadaceae, dan Lactobacillaceae. Disamping itu terdapat juga virus, kamir, kapang, organisme yang menyerupai ganggang, dan pembentuk lendir. Organisme ini juga membantu pemecahan benda-benda organik dalam air buangan. Dengan demikian air buangan merupakan sumber patogen manusia yang potensial terutama yang berasal dari pencernaan (usus). Air buangan memegang peranan yang paling penting dalam mengkontaminasi air dan makanan.
Bila air buangan digunakan untuk menyuburkan tanaman, maka tanaman akan terkontaminasi. Demikian pula bila air buangan ini dialirkan ke sungai, danau atau laut, akan mengkontaminasi flora mikroba termasuk patogen pada ikan, kerang, dan hasil laut lain. Apabila air buangan tidak diberi perlakuan terlebih dahulu, maka mikroorganisme akan segera memecah oksigen air dan aseptor hidrogen lain, sehingga proses anaerobik menghasilkan bau busuk dan membuat kondisi untuk kehidupan biologis alamiah dari air menjadi terganggu serta mencemari lingkungan dengan bau yang tidak enak.
Tanah
Tanah mengandung mikroba yang sangat besar baik jumlah maupun jenisnya. Mikroba dari tanah mempengaruhi flora mikroba dari udara, air, tanaman dan hewan. Sebaliknya, tanah dapat terkontaminasi oleh air buangan. Semua mikroorganisme penting yang berhubungan dengan penyakit-penyakit yang ditularkan lewat makanan dapat berasal dari tanah. Bakteri penyebab penyakit melalui makanan yang terdapat dalam tanah secara alamiah adalah Clostridium botulinum dan C. perfringens.
Tanah dapat masuk ke daerah persiapan/pengolahan makanan dan penyimpanan makanan dengan berbagai cara: melalui bahan makanan, pembungkusnya, pakaian dan sepatu pekerja, dan udara (debu).
Kontaminan Lain
Kontaminan nonmikroba adalah yang berasal dari buangan rumah tangga seperti deterjen, berbagai jenis buangan industri dan produk-produk yang digunakan dalam pertanian seperti pestisida dan pupuk mineral. Sebagian dari kontaminan berbahaya, sehingga perlu diberi perlakuan, kalau tidak akan mengkontaminasi air minum.Pestisida dapat sampai ke dalam sumur, pancuran, dan danau melalui aliran air, atau melalui perkolasi tanah secara sedikit demi sedikit. Beberapa dari senyawa-senyawa ini sangat stabil dan tidak terpecah atau hilang. Dan mungkin tidak terpisahkan secara sempurna dari air, pada waktu pemurniannya untuk air minum. Adanya pestisida dalam air mengakibatkan beberapa jenis ikan mati. Pada manusia, pengaruh pestisida diduga memberikan efek peracun jangka panjang.Penggunaan pupuk N pada tanaman akan menyebabkan tingginya kandungan nitrat dalam air. Bahaya konsentrasi nitrat yang tinggi dalam air minum adalah konversi nitrat menjadi nitrit dalam alat pencernaan oleh bakteri usus tertentu. Nitrit ini terutama dapat menyebabkan keracunan nitrit pada bayi yang mengakibatkan terjadinya methemoglobinemia.
Udara
Udara tidak mempunyai flora mikroba alamiah, tetapi partikel-partikel debu atau tetesan air yang terdapat dalam udara dapat membawa mikroba. Udara dapat bertindak sebagai tempat persediaan kontaminan. Jenis dan jumlah mikroba yang ada dalam udara sangat bervariasi tergantung lokasi dan musim. Hujan dan salju dapat menghilangkan organisme dalam udara. Pada puncak-puncak gunung, kandungan mikroba dalam udara umumnya rendah.
Kondisi udara di daerah persiapan pangan tergantung banyak faktor : adanya debu, tetesan air, dan pergerakkan udara yang terbawa oleh gerakan angin dari ventilasi atau manusia yang bergerak. Tetesan air dari orang yang berbicara, batuk, dan bersin dapat memberi mikroba dalam udara. Tanah pada sepatu dan pakaian, dan dari benda-benda yang diangkut ke dalam ruangan merupakan sumber mikroba yang dapat dipindahkan ke dalam udara. Penyakit-penyakit yang khas yang dipindahkan melalui udara adalah influenza, dan penyakit-penyakit pernafasan lain yang disebarkan melalui percikan-percikan yang dikeluarkan oleh orang yang terkena penyakit tersebut. Telah diketahui bahwa bakteri dapat disebarkan melalui batuk dan bersin dalam jarak yang cukup jauh, hingga 4.5 m.
Bahan Pangan
Produk hewani yang merupakan sumber kontaminasi penting dalam menimbulkan penyakit adalah daging dan produk unggas. Mikroba yang mengkontaminasi adalah Salmonella, Clostridium perfrigens, streptokoki fekal, dan Staphylococcus aureus.Penanganan daging mentah seperti pemotongan, pencincangan, pengirisan, dan pengilingan dapat mengkontaminasi tangan pekerja, pakaian, permukaan-permukaan dan peralatan yang digunakan dengan flora daging. Kontaminan pada alat pemotong terdapat bakteri Salmonella, enterokoki, dan Clostridium perfrigens. Demikian pula kontaminan terdapat pada alat penggiling, alat pemotong dan alat-alat serupa, yang kemudian akan dapat menularkan kontaminan pada bahan lain yang menggunakan peralatan yang sama.Bahan pangan nabati walaupun dicuci dahulu sebelum disimpan, cenderung terkontaminasi oleh patogen yang mampu menyebabkan penyakit. Daun selada dan seledri dapat merupakan sumber bakteri dari tanah.
Dinding, Lantai, Langit-langit
Lantai yang licin dan dikontruksi dengan tepat, mudah dibersihkan, sedangkan lantai yang kasar dan dapat menyerap, sulit dibersihkan. Lantai yang terkena limbah cairan dari ketel pemasak dan tidak ditiriskan dengan baik, dapat merupakan tempat penyediaan makanan bagi bakteri dan serangga. Dinding dan langit-langit yang kasar dapat membawa bakteri seperti Staphylococcus aureus.Lantai, dinding dan langit-langit yang kontruksinya buruk, tidak mungkin untuk dijaga sanitasinya. Akan tetapi struktur yang licin pun merupakan sumber kontaminan yang tidak diinginkan jika tidak dibersihkan dan dipelihara secara teratur dan efektif.
Keracunan makanan yang terjadi di masyarakat sampai menelan korban jiwa, Kita perlu mewaspadai makanan yang mengandung bakteri patogen dan zat-zat beracun yangdijual dan beredar di pasaran.Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman untuk dikonsumsi. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen.Makanan yang menarik, nikmat, dan tinggi gizinya, akan menjadi tidak berarti sama sekali jika tak aman untuk dikonsumsi. Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan. Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh mikroorganisme.
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan keracunan makanan.



ISI
Infeksi dan Keracunan
Menurut Volk (1989), foodborne diseases yang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi makanan mengandung organisme hidup yang mampu bersporulasi di dalam usus, yang menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella.Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputi Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus.Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya.
Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba. Kandungan air tersebut dinyatakan dengan istilah aw (water activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.Setiap mikroorganisme mempunyai aw, minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri pada aw 0,90, khamir aw 0,80-0,90, serta kapang pada aw 0,60-0,70. Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan pangan seperti membran kapiler, serat, dan lain-lain.Lebih dari 90 persen terjadinya foodborne diseases pada manusia disebabkan kontaminasi mikrobiologi, yaitu meliputi penyakit tifus, disentri bakteri atau amuba, botulism dan intoksikasi bakteri lainnya, serta hepatitis A dan trichinellosis. WHO mendefinisikan foodborne diseases sebagai penyakit yang umumnya bersifat infeksi atau racun yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna.

Bakteri Patogen
Terdapat banyak bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia. Berikut ini beberapa di antaranya.

1. Escherichia coli
E. coli merupakan mikroflora alami yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah enterotoksigenik, enterohaemorrhagik, enteropatogenik, enteroinuasiue, dan enteroagregatif. Enterotoksigenik E. coli merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara yang standar higienitas makanan dan air minum berbeda dari negara asalnya.Enterohaemorrhagic E. coli 0157:H7 akhir-akhir ini diketahui merupakan bakteri patogen penyebab foodborne diseases. Kontaminasi enterohaemorrhagic E. Coli 0157:H7 yang banyak ditemukan pada sayuran dapat terjadi akibat penggunaan kotoran sapi sebagai pupuk.

2. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus terdapat pada rongga hidung, kulit, tenggorokan, dan saluran pencernaan manusia dan hewan. Bahan makanan yang disiapkan menggunakan tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, berpotensi terkontaminasi S. aureus.Jenis makanan lain yang sering terkontaminasi oleh S. aureus adalah daging dan produk daging, ayam, telur, salad (telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni), produk bakeri, pastry, pai, sandwich, serta susu dan produk susu. Keracunan oleh S. aureus diakibatkan oleh enterotoksin yang tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri tersebut.

3. Salmonella
Salmonella bersifat patogen pada manusia dan hewan lainnya, dan dapat menyebabkan demam enterik dan gastroentritis. Diketahui terdapat 200 jenis dari 2.300 serotip Salmonella yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.

4. Shigella
Shigella merupakan bakteri patogen di usus manusia dan primata penyebab shigella (disentri basher). Makanan yang sering terkontaminasi Shigella adalah salad, sayuran segar (mentah), susu dan produk susu, serta air yang terkontaminasi.Sayuran segar yang tumbuh pada tanah terpolusi dapat menjadi faktor penyebab penyakit, seperti disentri basher atau shigellosis yang disebabkan oleh Shigella. Menurut USFDA (1999), diperkirakan 300.000 kasus shigellosis terjadi di Amerika Serikat setiap tahun.

5. Vibrio cholerae
Sebagian besar genus Vibrio ditemukan di perairan air tawar atau air laut, serta merupakan bakteri patogen dalam budi daya ikan dan udang. Spesies Vibrio yang termasuk patogen adalah V. cholerae, V. parahaemolyticus, dan V. vulvinicus. Spesies V. chloreae dan V. parahaemolyticus merupakan sumber kontaminasi silang antara buah dan sayuran mentah, sedangkan V. vulvinicus penyebab infeksi pada manusia.

6. Clostridium botulinum
Clostiridium botulinum merupakan bahaya utama pada makanan kaleng karena dapat menyebabkan keracunan botulinin. Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan kaku, mata berkunang-kunang, dan kejang-kejang yang menyebabkan kematian karena sukar bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna pengolahannya atau pada kaleng yang bocor, sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar.Botulinin merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang sangat kuat. Satu mikrogram botulinin sudah cukup mematikan manusia. Untungnya karena merupakan protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat diinaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80 derajat Celsius selama 30 menit. Garam dengan konsentrasi 8 persen atau lebih serta pH 4,5 atau kurang dapat menghambat pertumbuhan C. botulinum, sehingga produksi botulinin dapat dicegah.

7. Pseudomonas cocovenenans
Senyawa beracun yang dapat diproduksi oleh Pseudomonas cocovenenans adalah toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua senyawa beracun tersebut diproduksi di dalam tempe bongkrek, suatu tempe yang dibuat dengan bahan baku utama ampas kelapa.Asam bongkrek bersifat sangat fatal dan biasanya merupakan penyebab kematian. Hal ini disebabkan toksin mengganggu metabolisme glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati, sehingga terjadi hiperglikemia yang kemudian berubah menjadi hipoglikemia. Penderita hipoglikemia biasanya meninggal empat hari setelah mengonsumsi tempe bongkrek yang beracun.

8.Kapang dan khamir
Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai macam makanan dalam kondisi aw, pH, dan suhu rendah. Jenis kapang yang dapat merusak makanan di antaranya Aspergillus, Penicillium, Botrytis, Alternaria, dan Mucor.Kerusakan sayuran kebanyakan disebabkan kapang seperti Alternaria, Botrytis, dan Phytophtora, atau bakteri yang berasal dari genus Erwinia. Senyawa beracun yang diproduksi oleh kapang disebut mikotoksin.Khamir umumnya diklasifikasi berdasarkan sifat-sifat fisiologisnya, dan tidak ada perbedaan morfologi seperti halnya pada kapang. Buah-buahan dan sayuran segar mengandung bermacam-macam flora mikroorganisme, di antaranya kapang dan khamir (oksidatif, fermentatif, dan nonfermentatif).Kapang dan khamir dapat terbawa melalui tanah, permukaan tanaman, permukaan daun, hujan, insekta, dan lain-lain. Khamir selain menguntungkan juga menyebabkan kerusakan pada makanan, yaitu pada sauerkraut.

.Pencucian, Desinfeksi dan Pemblansiran

Berbagai tindakan preventif mutlak dilakukan untuk meminimalkan terjadinya foodborne diseases. Namun, pencegahan yang dilakukan tidak perlu dengan menghindari produk yang potensial tercemar mikroba karena produk pangan tersebut merupakan salah satu sumber asupan gizi yang diperlukan tubuh kita.Untuk produk pangan segar, pencucian dapat menurunkan potensi bahaya akibat mikroorganisme. Pencucian atau pembilasan sayuran dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisidal seperti klorin, dan lain-lain.
Air merupakan media untuk pencucian bahan makanan dan peralatan pengolahan. Air yang dipakai untuk mencuci harus bebas dari mikroba patogen atau mikroba penyebab kebusukan makanan. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan melalui air adalah kolera, tifus, paratifus, disentri basiler, serta disentri amuba.Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh mikroba patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan kimia (desinfektan). Desinfektan merupakan bahan kimia yang mampu membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak dalam bentuk spora.

Klorin termasuk desinfektan golongan halogen. Cara kerjanya mengoksidasi grup sulfidril bebas. Klorin yang digunakan dapat berupa gas, bubuk, cairan, atau tablet. Klorin merupakan jenis sanitaiser yang banyak digunakan dan residu klorin mudah diukur, serta pelaksanaan klorinasi air lebih mudah. Klorin banyak digunakan untuk membunuh patogen, mengontrol mikroorganisme pengganggu, mengoksidasi, serta menghilangkan bau, rasa, dan amonia.Konsentrasi klorin yang umum digunakan untuk desinfeksi berkisar antara 50-200 ppm, dengan waktu kontak 1-2 menit. Di Amerika, maksimum 200 ppm C102 diizinkan untuk sanitasi buah dan sayuran. C102 digunakan untuk pencucian buah dan sayuran segar utuh dengan konsentrasi 5 ppm, dan untuk kentang yang dikupas konsentrasi maksimum yang diizinkan adalah 1 ppm.
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.

Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran bahan, suhu, serta medium blansir.
Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat patogen.Penyajian pasca pemasakan juga tidak boleh luput dari perhatian. Sebaiknya makanan yang telah melalui proses pemasakan langsung dikonsumsi. Sebagian besar kasus foodborne diseases di Indonesia diakibatkan oleh penanganan pasca pemasakan yang tidak sempurna, seperti penyimpanan yang terlalu lama.Untuk produk pangan yang dikalengkan, sebaiknya perhatikan keadaan kaleng. Jangan mengonsumsi makanan dari kaleng yang sudah rusak atau berbau asam. Selain itu, tanggal kedaluwarsa juga mutlak diperhatikan.

Kerusakan Produk Makanan Kaleng

Satu hal yang perlu mendapat perhatian untuk produk kemasan adalah proses yang, tidak sempurna dan kerusakan kemasan selama distribusi maupun penyimpanan. Hal itu sangat membahayakan karena patensial jadi tempat tumbuhnya mikroba patogen yang mematikan, salah satunya Clostiridium botulinum.Ciri-ciri makanan kalengg yang telah rusak, yaitu flipper, springer, soft swell, dan hard swell. Flipper dapat dicirikan permukaan kaleng kelihatan datar, tetapi bila salah satu ujung kaleng ditekan, ujung lainnya akan menjadi cembung.Springer dapat dicirikan dari salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen. Bila ditekan, cembung akan bergerak ke arah yang berlawanan.Soft swell dicirikan dengan kedua ujung kaleng sudah cembung, tetapi belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke dalam. Hard swell dicirikan dengan kedua ujung permukaan kaleng cembung dan sangat keras, sehingga tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari.

Selain itu, masih ada flat sour, yakni permukaan kaleng tetap datar tetapi produknya sudah berbau asam yang menusuk. Hal itu disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak hancur selama proses sterilisasi.Berdasarkan tingkat keasaman produk, makanan kaleng terbagi atas makanan kaleng berasam rendah dan makanan kaleng berasam tinggi. Makanan kaleng berasam rendah memilik pH lebih dari 4,6. Produk pangan yang dikalengkan dengan kondisi tersebut adalah daging, seafood, susu, dan sayuran seperti asparagus, jagung, dan kacang hijau. Makanan kaleng berasam tinggi memiliki pH 4,6 atau kurang. Produk pangan yang dikalengkan dengan kondisi tersebut adalah buah-buahan dan sauerkraut.Kerusakan Makanan kaleng berasam berasam rendah dapat terdiri dari kebusukan flat sour {asama tanpa gas), kebusukan termofilik anaerobik dengan pengembungan kaleng dan kebusukan sulfida. Kebusukan flat sour disebabkan bakteri Bacillus stearothermophillus yang menyebabkan pH produk menurun.Kebusukan termofilik anaerobik disebabkan bakterl Clostiridium thermosaccharolyticum banyak memproduksi gas hidrogen dan CO2. Kebusukan ini menyebabkan produk pangan berbau keju dan kaleng terlibat kembung, kadang-kadang dapat meledak jika pengembungan sangat kuat.

Kebusukan sulfida disebabkan bakteri anaerob pembentuk spora termofilik obligat, yaitu Desulfotomaculum nigrificans yang memproduksi H2S. Kebusukan ini menyebabkan kaleng tidak terlihat kembung, tetapi produk berwarna gelap dan berbau seperti telur busuk.Kerusakan makanan kaleng berasam tinggi disebabkan mikroba yang tumbuh pada pH di bawah 4,6 dan tahan panas, seperti C. pasteurianum yang bersifat mesofilik, bakteri berspora pembentuk asam yang bersifat asidurik seperti Bacillus coagulans, kapang yang yang memproduksi askospora yang dapat tahan panas, seperti Byssochlamys fulva, dan khamir.

Makanan merupakan sumber gizi bagi pertumbuhan manusia; tetapi juga
dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme tumbuh
secara menyebar di alam ini, baik di udara, tanah ataupun air; juga dapat
mengkontaminasi makanan ataupun bahan-bahan lain yang cocok untuk
pertumbuhannya.Makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme dapat menyebabkankebusukan; demikian juga bila termakan oleh manusia dapat menyebabkan
berbagai penyakit infeksi dan keracunan. Penyakit tipus, kolera, disentri
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh makanan yang
terkontaminasi bakteri salmonella sp , vibrio cholera , bacillus sp dan lainlain.
Sanitasi adalah semua tindakan yang ditunjukkan untuk memelihara
kesehatan dan kebersihan lingkungan; atau semua hal yang berhubungan
dengan kesehatan dan kebersihan lingkungan serta usaha-usaha untuk
mempertahankan dan memperbaikinya.
Sanitasi yang baik dalam suatu industri pangan tidak hanya terletak pada
kebersihan bahan baku, peralatan yang digunakan, ruangan dan pekerja;
tetapi juga dalam penanganan dan pembuangan limbah. Demikian juga
perilaku bersih dan sehat dari pekerja pengolahan sangat menentukan
terhadap keberhasilan kegiatan sanitasi. Tersedianya air bersih (air PAM)
dan fasilitas toilet yang memenuhi syarat kesehatan sangat menunjang
tercapainya lingkungan yang bersih.
Pada setiap kegiatan sanitasi, dikenal 4 tahap penting yang harus
dilaksanakan yaitu : 1. Pembasahan
2. Pelarutan
3. Pembilasan
4. Sanitizing (kegiatan saniter)
Pembahasan, pelarutan dan pembilasan biasa dilakukan pada sanitasi
ruangan (lantai, dinding, langit-langit, jendela) dan alat-alat besar; sedangkan
kegiatan saniter biasa digunakan untuk membersihkan alat-alat gelas atau
alat-alat yang digunakan dalam Laboratorium.
Kegiatan pencucian biasanya meliputi pembasahan, pelarutan dan
pembilasan. Pembasahan dan pembilasan dapat menggunakan air dingin,
air hangat ataupun air panas tergantung pada jenis alat dan kotoran yang
melekat.
Dalam pelarutan biasanya digunakan sabun atau deterjen yang dapat
melarutkan sisa kotoran ataupun sisa lemak yang menempel pada peralatan
yang digunakan. Penggunaan deterjen mempunyai beberapa keuntungan,
karena deterjen dapat melunakkan air mengemulsifikasi lemak, melarutkan
mineral dan komponen-komponen larut lainnya. Kegiatan saniter bisa dilakukan dengan menggunakan bahan kimiawi seperti
antiseptik atau desinfektan, juga cara fisik menggunakan panas langsung,
uap panas dan sinar ultra violet.
Dalam memilih bahan kimia sebagai desinfektan atau antiseptik perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Sifat mikrosidal (membunuh jasad renik)
Komponen kimia yang bersifat membunuh jasad renik disebut
mempunyai sifat bakterisidal (membunuh bakteri) atau fungisidal
(membunuh fungi).
2. Sifat mikrostatik (menghambat pertumbuhan jasad renik)
Beberapa komponen kimia pada konsentrasi rendah tidak dapat
membunuh jasad renik, tetapi hanya menghambat pertumbuhannya.
Komponen tersebut disebut mempunyai sifat bakteriostatik
(menghambat pertumbuhan bakteri) atau fungistatik (menghambat
pertumbuhan fungi). Komponen kimia yang bersifat membunuh lebih
baik daripada yang hanya bersifat menghambat.
3. Kecepatan penghambatan
Beberapa komponen kimia bekerja dengan cepat, sedangkan komponen
lainnya hanya efektif setelah beberapa menit, bahkan ada yang
beberapa jam.
4. Sifat-sifat lain : harga tidak mahal, aktivitasnya tetap dalam waktu lama,
larut didalam air dan stabil di dalam larutan, sifat racunnya, sifat iritasi
pada kulit dan warna yang ditinggalkannya.
Beberapa komponen organik dapat menghambat kerja desinfektan
misalnya : halogen, garam merkuri dan deterjen kationik; sedangkan
sabun dan deterjen anionik dapat membantu penyerapan.
Berdasarkan kandungan bahan aktifnya, desinfektan dapat dikelompokkan
atas delapan grup sebagai berikut :
1. Grup Alkohol Larut
Contoh : Etanol, Isopropil alkohol
Cara Kerja : Koagulasi protein dan melarutkan membran
Sifat : bakterisidal cepat, tuburkulosidal, tidak membunuh spora,
menyebabkan korosi metal, mengeringkan kulit.
2. Grup Gas Sterilisasi
Contoh : etilen oksida
Cara Kerja : substitusi grup alkil didalam sel, dengan atom hidrogen yang
labil
Sifat : tidak berbahaya untuk kebanyakan bahan, mensterilkan bahan,
digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas.
3. Grup Gas Disinfektan
Contoh : formaldehide
Sifat : membunuh spora, tidak korosif, membunuh dalam waktu relatif
lama sebagai disinfektan, menimbulkan bau, beracun pada kulit.
4. Grup Halogen
Contoh : khlorin, yodium
Sifat : Khlorin - tuberkulosidal, memutihkan bahan, korosi logam.
Yodium - pencuci dan desinfektan, tidak meninggalkan warna,
meninggalkan residu anti bakteri, korosif terhadap logam,
menyebabkan pengeringan kulit.
5. Grup Fenol
Contoh : kreosol, femol semi sintetis, Lysol
Cara Kerja : koagulasi protein menyebabkan kebocoran membran sol.
Konsentrasi : Kreosol - 2%
Lysol - 1%
Sifat : aktivitas tidak hilang oleh bahan organik, sabun atau air sadah;
meninggalkan efek residu jika mengering.
6. Grup Deterjen Kationik (amonium quaterner)
Cara Kerja : pengerutan membran sel dan merusak permeabilitasnya.
Sifat : tidak berbau, tidak bersifat tuberkulosidal, harus dilarutkan didalam
air destilata; aktivitasnya hilang oleh protein, sabun dan serat
selulosa; aktivitas bakterisidalnya lemah sehingga harus
dikombinasi dengan grup fenol.
7. Grup Deterjen Amoniak (aditif sabun atau deterjen)
Contoh : heksa khlorfen (G 11), serta khlorsalisilanilida, phisohex 3%.
Sifat : aktivitas anti bakteri lama, baik digunakan sebagai pencuci, cara
kerja lambat, beracun jika digunakan terus menerus dan diserap
didalam tubuh.
8. Disinfektan Lain :
- Garam : komponen merkuri organik seperti merkurokhrom
- Alkali : Larutan NaOH (untuk desinfeksi kandang)
- Hidrogenperoksida : untuk mencuci dan mendisinfeksi luka-luka.
- Sabun : aktivitas bakterisidalnya lemah, tetapi efektif untuk mencuci /
menghilangkan jasad renik
- Komponen binguanida : khlorheksidin
- Diadehida : aktivitasnya paling luas yaitu bersifat bakteridal, virusidal,
fungisidal dan sporisidal; dalam keadaan aktif tahan selama
2 minggu, beracun terhdap kulkit dan harganya mahal
Dalam setiap penggunaan desinfektan atau antiseptik lainnya harus
diperhatikan dosis dan konsentrasinya. Penggunaan yang terlalu banyak
daripada seharusnya akan membahayakan kesehatan. Demikian juga bila
kurang dari dosis yang seharusnya maka efeknya akan kurang optimal.
Konsentrasi menunjukkan kepekatan larutan, makin tinggi konsentrasinya
makin pekat larutan tersebut. Bila larutan yang tersedia sangat pekat,
sedangkan yang diperlukan konsentrasinya rendah; maka kita perlu
melakukan pengenceran yang sesuai.
Dosis menunjukkan volume kebutuhan larutan tersebut per satuan luas.
misalnya : dosis 100 ml / 100m2, artinya untuk membersihkan seluas 100 m2,
kita memerlukan bahan kimia tersebut sebanyak 100 ml.
Bahan pangan / bahan baku pengolahan dapat dobersihkan dengan
mencucinya menggunakan air bersih yang mengalir (air kran) agar kotoran
yang telah lepas tidak menempel kembali.
Pada saat ini telah tersedia alat-alat saniter dari mulai yang paling sederhana
seperti sapu, sikat dari berbagai bahan (nylon, plastik, ijuk, sabut dan lainlain)
dengan berbagai ukuran, lap (kain, kulit, busa, spon), sabut cuci;
sampai peralatan modern seperti vaccum cleaner, sikat listrik, mesin pel
elektrik dan lain-lain.
Selanjutnya akan diuraikan praktikum, cara membuat larutan saniter,
pengaruh penggunaan saniter terhadap kontaminan dan cara sanitasi pada
berbagai peralatan.
Uji Kontaminasi Udara Ruang Pengolahan
Udara tidak mengandung mikroorganisme secara alami , tetapi kontaminasi
dari lingkungan sekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai
mikroorganisme; misalnya dari debu, air, proses aerasi, dari penderita
saluran infeksi dan lain-lain.
Mikroorganisme yang terdapat diudara biasanya melekat pada bahan padat
mikro misalnya debu atau terdapat didalam droplet / tetesan air. Jika didalam
suatu ruangan banyak terdapat debu dan cair, maka mikroba yang
ditemukan didalamnya juga bermacam- macam ; termasuk bakteri , kapang
ataupun khamir .
Mikroorganisme udara didalam ruang pengolahan, dapat diuji secara
kuantitatif menggunakan agar cawan yang dibiarkan terbuka selama
beberapa waktu tertentu didalam ruangan tersebut atau dikenal dengan
Metoda Cawan Terbuka.
Jenis mikroorganisme yang sering terdapat diudara pada umumnya bakteri
batang pembentuk spora baik yang bersipat aerobik maupun anaerobik;
bakteri koki, bakteri gram negatif, kapang dan khamir.
Uji Kontaminasi Wadah dan Alat Pengolahan
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal
dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan mengandung
mikroba dalam jumlah cukup tinggi .
Pencucian alat pengolahan dengan menggunakan air yang kotor, dapat
menyebabkan mikroba yang berasal dari air pencuci dapat menempel pada
wadah / alat tersebut .
Demikian juga sisa-sisa makanan yang masih menempel pada alat / wadah
dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang cukup tinggi.
Mikroba yang mungkin tumbuh bisa kapang , khamir atau bakteri. Mutu
makanan yang baik akan menurun nilainya apabila ditempatkan pada wadah
yang kurang bersih .
Pengujian kontaminasi pada peralatan pengolahan dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu :
– Metode Rodac : dilakukan terhadap alat-alat pengolahan yang
mempunyai permukaan datar, seperti piring, talenan, loyang, panci, wajan
dll; yaitu dengan cara mengadakan kontak langsung pada agar cawan.
– Metode Bilas : dilakukan dengan cara membilas peralatan atau wadah
yang digunakan untuk mengolah atau mengepak makanan; misalnya
gelas, botol kecap, botol selai (botol jam) dan alat gelas lainnya.
Uji Kontaminasi Pekerja
Sanitasi dalam pengolahan pangan juga ditentukan oleh tingkat kebersihan
dan kesehatan pekerja yang melakukan pengolahan; karena tangan, kuku,
kulit, rambut, saluran perbafasan, maupun pakaian yang kotor dan tidak
terawat dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan yang
diolahnya.
Mikroorganisme yang sering terdapat pada kulit adalah bakteri pembentuk
spora dan Staptylococeus sp; sedangkan pada rambut sering terdapat
kapang. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 43 sampai 97 persen
pegawai yang bekerja pda berbagai industri pengolahan pangan merupakan
pembawa Staptylococeus sp; Coliform sp. dan enterococcus sp. pada
tangannya.
Untuk menguji tingkat kontaminasi dari pekerja dapat dilakukan dengan
metode agar kontak (metode Rodac).
Uji Kontaminasi Bahan Pangan
Mutu bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan pangan sangat
menentukan mutu produk akhirnya (produk olahan). Penggunaan bahan
baku yang terkontaminasi oleh mikroorganisme dalam jumlah yang banyak
akan menghasilkan produk dengan mutu rendah dan kemungkinan
menyebabkan produk lebih mudah busuk selama penyimpanan.
Bahan pangan seperti daging, ikan, susu, telur, sayuran daun, buah-buahan
sangat mudah terkontaminasi oleh berbagai mikroorganisme penyebab
penyakit dan bakteri pembusuk a.l. Salmonella, Clostridium, Vibro, Bacillus
dan lain-lain.
Metode yang digunakan untuk mengetahui adanya kontaminasi pada
permukaan bahan pangan yaitu dengan metode oles (Swab).
Membuat Larutan Saniter
Dalam melakukan sanitasi, larutan saniter sebaiknya dibuat terlebih dahulu
sesuai dengan kebutuhan.
Untuk mengencerkan disinfektan disarankan untuk menggunakan air sadah
standar yaitu : 17 ml larutan CaCl2, 6H2O 10% (b/v) dan 5.0 ml larutan
MgSO4, 7H2O 10% (b/v), kemudian ditambahkan 3.3. liter air suling.
Uji Pengaruh Sanitasi Terhadap Kontaminasi Wadah
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan berasal
dari penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kotor dan
mengandung mikroba dalam jumlah yang cukup banyak. Sanitasi yang
dilakukan terhadap wadah dan alat-alat pengolahan pangan meliputi
pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa makanan, diikuti
dengan perlakuan saniter menggunakan germisidal atau bakterisidal.
Deterjen yang digunakan untuk mencuci wadah dan alat-alat pengolahan
tidak boleh bersifat korosif dan mudah dicuci / dibilas dari permukaan.
Uji Pengaruh Sanitasi Terhadap Tingkat Kebersihan Tangan Pekerja
Tangan pekerja merupakan bagian tubuh yang paling sering kontak dengan
bahan pangan selama pengolahan. Perilaku yang kurang baik dari seorang
pekerja, misalnya tidak mencuci tangan sebelum bekerja; mengorek kuping,
tidak mencuci rambut, memegang hidung yang kena flu, bersin,
mengeluarkan dahak selama bekerja; toilet yang kurang bersih dan
kebiasaan lainnya; sangat potensial dapat memindahkan mikroorganisme
patogen yang ada pada tubuhnya ke dalam makanan yang sedang diolah.
Hal tersebut dapat berakibat terkontaminasinya makanan tersebut.
Sangat dianjurkan agar pekerja selalu membersihkan tangannya sebelum
bekerja, mencuci dengan air bersih dan sabun serta disediakan lap tangan
atau tisue.
Uji Pengaruh Sanitasi Terhadap Kontaminasi Pada Sayuran
Sayuran maupun buah-buahan yang akan dijadikan bahan baku dapat
merupakan sumber kontaminasi apabila tidak dibersihkan terlebih dahulu.
Mikroorganisme yang menempel pada bahan tersebut dapat berasal dari
tanah tempat tumbuhnya, penanganan yang kurang baik, pisau pemotong
yang kurang steril, air pencuci yang kurang bersih, juga berasal dari tangan
pekerja.
Tahap pertama yang perlu dilakukan terhadap bahan baku sebelum
pengolahan adalah membersihkan dari kotoran, kemudian dilakukan
pencucian dengan air mengalir atau air kran.
Sanitasi Menggunakan Bahan Kimia
Sanitasi Cara Fisik
Sanitasi secara fisik umumnya dilakukan dalam sterilisasi alat atau bahan
dengan tujuan untuk membebaskan dari segala bentuk kehidupan, terutama mikroba. Sanitasi cara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan, sinar ultra
violet, sinar X dan lain-lain. Cara pemanasan yang digunakan tergantung
pada macam dan sifat bahan yang disterilkan (padat, cair), serta ketahanan
bahan terhadap panas.








PENUTUP
Kontaminan atau cemaran dapat diartikan secara luas sebagai semua benda
asing yang tidak dikehendaki baik berupa debu, kotoran, tanah, pasir,
potongan tangkai, daun, jasad renik, serangga, kutu dan lain-lain yang
mencemari bahan, alat maupun ruangan pengolahan.Kontaminan ada yang mudah dilihat wujudnya, ada pula yang tidak terlihat(kasat mata). Yang paling berbahaya adalah yang tidak terlihat sepertibakteri , kapang, khamir maupun virus. Kontaminan juga belum tentu
merupakan bahan yang kotor tetapi bahan yang bersihpun dapat merupakan
cemaran apabila salah tempat, misalnya :
- tepung terigu mengotori saus tomat
- saus tomat mengotori susu
- olie mencemari adonan kue dst.
Sebaliknya meskipun minyak olie itu kotor, tapi bila ada pada tempat yang
sesuai, misalnya pada mesin pengolahan sebagai pelumas; maka bahan
tersebut bukan merupakan cemaran.Yang akan dibahas disini terutama kontaminan yang disebabkan olehmikroorganisme yang dapat mencemari makanan ataupun bahan pangan
dan hasil pertanian lainnyaSumber kontaminan pada bahan pangan dibagi dalam 2 kelompok besaryaitu kontaminan primer dan kontaminan sekunder.Kontaminan primer disebabkan oleh perlakuan sebelum dipanen ataudipotong ( untuk hewan ) misalnya berasal dari makanan ternak, pupuk kandang, penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain.Kontaminan sekunder dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan
pangan dipanen atau dipotong, misalnya selama pengolahan, penjualan,penyajian.distribusi maupun penimpanan dan persiapan oleh konsumen.
Sumber kontaminan sekunder dapat berasal dari produk itu sendiri misalnya
daging, telur, susu, ikan, unggas, seafood, sayuran, buah-buahan dan
rempah- rempah. Bahan pangan tersebut apabila tidak ditangani secara baik
dapat terkontaminasi oleh mikroorganisme.
Sumber kontaminan bisa juga berasal dari lingkungan ( udara, tanah , air )
peralatan pengolahan, pekerja pengolahan, sampah produksi, serangga,
tikus dan lain-lain.
Udara sekitar ruang pengolahan sering terkontaminasi mikroba yang berasal
dari debu , udara yang dikeluarkan oleh penderita penyakit saluran napas dll.
Peralatan pengolahan yang tidak dicuci bersih seperti pisau (slicer), talenan,
dan peralatan lain yang berhubungan langsung dengan bahan pangan; juga
peralatan saji seperti piring, gelas, sendok, botol dan lain-lain. dapat menjadi
sumber kontaminan.
Kebiasaan pribadi (personal habit) pada pekerja dan konsumen dalam
mengelola bahan pangan dapat merupakan sumber yang penting dari
kontaminan sekunder. Beberapa peristiwa dari keracunan bahan pangan
yang tercemar oleh Staphylococcus aureus, diakibatkan oleh higiene yang
buruk dari pengolahan bahan pangan tersebut . Luka-luka atau iritasi pada
kulit merupakan sumber kontaminan mikroba, sehingga harus ditutup, Batuk
atau bersin sekitar bahan pangan sebaiknya dihindarkan, demikian juga
pekerja yang menderita diare tidak diperkenankan bekerja dengan bahan
pangan.
Sanitasi dalam industri pangan, mencakup cara kerja yang bersih dan
aseptik dalam berbagai bidang, meliputi persiapan pengolahan, pengepakan,
penyiapan maupun transport makanan.
Hygiene menunjukkan pelaksanaan prinsip sanitasi untuk menjaga
kesehatan dan kebersihan lingkungan. Dengan melaksanakan prinsip
sanitasi selama pengolahan maka kontaminasi dapat dikurangi atau ditekan
seminimal mungkin.
Untuk membuktikan bahwa udara, ruangan pengolahan, peralatan, pekerja,
bahkan pangan itu sendiri dapat menjadi sumber kontaminan, dapat
dilakukan pengujian secara sederhana.




DAFTAR PUSTAKA

Betty, S L. Jenie, Deddy Muhtadi, 1978. Praktek Mikrobiologi Hasil
Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan , Depdikbud,
Jakarta.
Betty, S.L. Jenie, Srikandi Fardiaz, 1989. Petunjuk Laboratorium Uji
Sanitasi Dalam Industri Pangan, PAU Pangan dan Gizi , IPB- Bogor.
Buckle, K.A, Edward, R.A,Fleet, G.H., M. Wooton, 1985, Ilmu Pangan,
Penerjamah Purnomo dan Adiono, UI-Press. Jakarta.
Guthine, Rufus, K., 1972. Food Sanitation. The AVI Publishing Company.
Westport. Connecticut.
Longree, Karla., Gertruade, G. Blaker. 1971. Sanitary Techniques in Food
Service. John Wiley & Sons Inc. New York. Sydney.
Marriot. G. Norman. 1985. Pronciples of Food Sanitation. The AVI Book,
Published by Van Nostrand Reinhold Comp. New York.
Srikandi Fardiaz. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga
Sumberdaya Infoemasi. IPB Bogor.
____________, Betty, S.L. Jenie. 1984. Sanitasi Dalam Pengolahan
Pangan. Fateta. IPB-Bogor.
____________, 1992. Mikrobiologi Pangan. Penerbit Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Anwar,H., dan J.W. Coterton.1992. Effective Use of Antibiotics in the Treatment of Biofilm-Associated Infections. American Society for Microbiology News. 58:665-668.
Costerton, J.W., et al. 1987. Bacterial Biofilms in Nature and Disease. Annual Review of Microbiology. 41:440-442.
Gristina, A.G. 1987. Biomaterial-Centered Infection:Microbial Adhesion Versus Tissue Integration. Science. 237-1588-1590.
Marshall, K.C. 1992. Biofilms: An Overview of Bacterial Adhesion, Activity, and Control at surfaces. American Society for Microbiology News. 58: 2203-205.
Neu, T.R., H.C. VanDerMei, and H.J. Bussscher. 1992. Biofilms Associated with Health, p. 23-24. In L.F. Melo, T.R.Bott,M. Fletcher and B. Capdeville (ed), Biofilms-Science and Technology. Kluwer Acaaademic Publisher, The Netherlands.
McCarthy M. Breaking up the bacterial happy home. Lancet. 2001;357(9273):2032
LC Skillman, IW Sutherland & MV Jones (1997) Co-operative biofilm formation between two species of Enterobacteriaceae. pp 119-127 in Biofilms. Community Interactions and Control (ed. J. Wimpenny et al.) Bioline Publications.